Dalam konteks qolbu, tasawuf adalah proses penjernihan hati nurani. Perlu diketahui bahwa qolbu arti harfiahnya adalah jantung tempat memompa darah (berbolak-balik dari tekanan yang tinggi disirkulasikan darah ke seluruh badan menuju ke tekanan yang lebih rendah dan kemudian kembali ke jantung), dan dalam artian ruhaniah qolbu adalah tempatnya ruh yang memiliki fungsi sama untuk mensirkulasikan esensi rasa (kesadaran jiwa, akal di dalam tubuh). Itulah kenapa kita bisa memahami orang yang sedang tidur atau tidak sadar diri, masih bisa hidup karena jantung secara harfiah adalah segumpal daging yang memompa darah, nyawa masih berlangsung karena nyawa adalah persenyawaan dalam jasad, ada kondisi dimana ketika jasad mulai rusak persenyawaan terhenti lalu kemudian ruh melayang tercabut paksa (bunuh diri) atau dicabut malaikat pencabut nyawa atas perintah-Nya ini fitrah.
Baik, jadi qolbu memiliki dua esensi makna yang berbeda secara jasmani dan secara ruhani. Kemudian kita fokus ke qolbu, karena qolbu ini sifatnya bolak balik, maka agar yang bolak-balik ini alirannya bersih dari hal-hal yang sifatnya buruk, kita perlu proses penjernihan. Penjernihan ini kita sebut dengan filterisasi qolbu baik secara jasmani (nafs) maupun ruhani (akal dan jiwa).
Secara jasmani mudah saja, apa yang kita makan harus halal dan bermanfaat serta tidak berlebih, ini kuncinya.
Setiap apapun yang akan dimasukkan ke mulut harus menyebut asma Allah. Membiasakan berniat yang baik ketika melakukan segala sesuatu dan juga bersholawat. Karena nafsu atau keinginan itu bisa muncul setiap saat ketika panca indera mengindera sesuatu. Agar dijalan yang lurus setiap merasakan sesuatu harus ditingkatkan kesadarannya untuk mengingat Allah. Dari sinilah proses sebenarnya penjernihan hati.
Ketika apapun yang kita lakukan adalah berniat baik dan karena Allah, maka ruh dalam diri pelan² akan mensinkronisasi qolbu untuk merasakan hal-hal yang juga baik, semakin lama semakin menguat dan nafs yang dirasakan akibat oleh indera akan berubah fungsinya untuk lebih peka kepada hal-hal yang sifatnya baik untuk jasad. Ini baru tentang energi jasad, termasuk makanan dan minuman akan mudah diseleksi tubuh berdasar keinginan indera.
Bagaimana dengan akal dan jiwa?. Karena semua energi jasad, energi akal dan energi jiwa ini melekat jadi satu dalam esensi jasad sendiri, maka semua akan terjadi penguatan dan pelemahan satu dengan yang lain. Tinggal apa yang menjadi prioritas kita dalam memilih energi. Energi dalam hal ini saya artikan sebagai daya upaya atau sederhananya kelemahan, semakin rendah nilai kelemahan, maka semakin kuat.
Sebenarnya saya bisa tarik kesimpulan bahwa nafs itu tempatnya kebutuhan atau keinginan, akal tempatnya logika matematis dan jiwa tempatnya rasa (sakit hati, susah, senang, dll. Yang ketika terjadi penyatuan tersebutlah dengan nama rasa yaitu cinta).
Faktanya akal dan jiwa akan mengalami pemurnian ketika nafs mengalami pelemahan.
Misal ketika kita ingin makan karena perut terasa lapar. Yang mengindera pertama kalinya adalah lambung kosong kemudian jika akal dan jiwa telah kita niatkan puasa sebelumnya, maka yang terjadi adalah menahan asam lambung agar tidak keluar berlebihan. Jadi niat haruslah dipikirkan (akal) dan dirasakan (jiwa) agar nafs terjadi pelemahan. 3 variabel ini saling bersinergi, ketika ingin menguatkan nafs maka akal kita kuatkan untuk berpikir, semakin kuat kita berpikir dan berfokus, dengan cepat nafs akan menguat. Jiwa memiliki keunikan tersendiri, dia bisa kita mainkan dengan mengubah pikiran, misal dengan memikirkan sesuatu yang lain, disaat kita sedang meningkatkan berpikir energi akal akan menguat dan nafs akan lemah saat perasaan kita matikan, seketika saat kita lepaskan pikiran tersebut, jiwa akan langsung menguat bersamaan dengan nafs. Itulah kenapa orang yang terlalu banyak berpikir cepat merasa laparnya ketika rileks dari pikirannya. Agar tidak cepat lapar, maka akal harus dikurangi dan dirubah-rubah terus agar jiwa tidak sempat merasa apa yang dipikir. Namun sebaiknya dari awal akal dan jiwa kita kuatkan untuk meniatkan sesuatu yang diinginkan. Agar tidak lapar niatkan berpuasa.
# Betapa pentingnya niat karena dia letaknya di qolbu (akal dan jiwa) secara ruhaniah. #
Sufi tidak menyembah sesuatu pun kecuali Allah, Maha tunggal.
Namun sifat Allah Tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata lahiriah yang digunakan untuk tujuan-tujuan lain. Sebagai contoh, "tempat tinggal" Tuhan bukanlah di mana Tuhan itu berada. Jawaban atas persoalan tersebut terletak pada "Dia". Dia berada pada masa "Dia". Dia menjadikan segala sesuatu menyerupai dan terpenuhi dengan khazanah "Dia".
Tidak ada kemungkinan untuk memperdebatkan eksistensi atau tempat Tuhan,
sebab Tuhan tidak bisa diukur dengan takaran yang ada.
Pengetahuan ini merupakan hasil dari apa yang disebut keyakinan, yang memiliki
modus operandinya sendiri, bukan seperti pengetahuan intelektual. Oleh sebab itu,
Sufisme memiliki ilmunya sendiri untuk mendekati persoalan tersebut. Ilmu ini
berdasar amal (praktik), bukan pemikiran (spekulasi).
Dalam membahas masalah-masalah yang biasanya disebut "akhirat", menekankan adanya bahaya-bahaya dari asumsi bahwa bentuk wujud ini merupakan sesuatu yang bisa dipahami dengan persepsi-persepsi mentah yang biasanya kita gunakan untuk pengukuran kasar.
Upaya-upaya untuk merasionalkan hubungan antara (dunia) yang kita kenal dengan konsep tentang akhirat hanya akan berakhir dengan kegagalan. Ketika akal melampaui batas-batasnya, maka berakibat kesalahan.
No comments:
Write komentar